Sumber : tribunsumsel.com
OGAN ILIR, - Sejumlah 109 tenaga medis di RSUD Ogan Ilir mengetahui diberhentikan Bupati Ogan Ilir, Kamis (21/5/20) tengah malam. Seorang tenaga medis yang diberhentikan mengaku sangat kaget mendapat kabar ini.
Padahal saat itu, ia memang tengah berdiam diri di rumah karena belum ada kejelasan dari pihak manajemen RSUD Ogan Ilir.
Bahkan, hal itu sudah direstui oleh pihak manajemen, agar mereka tetap di rumah saja sampai ada keputusan lain.
"Hancur hati kami kak. Kami hanya menanyakan kejelasan, mengapa dijawab seperti ini", ujarnya yang enggan menyebutkan namanya itu.
Ia yang juga warga Ogan Ilir ini membeberkan kronologis dari pihak honorer tenaga kesehatan. Ia mengatakan, semua itu berawal komunikasi yang terhambat antara bawahan dan atasan.
"Kami klarifikasi, tidak ada kami takut dengan pasien Covid-19. Dengan catatan, keamanan kami juga terjamin", tegasnya.
Kronologi berawal dari Jumat (15/5/20) lalu. Dimana saat itu, ia mengatakan ada sejumlah pasien Covid-19 dari satu Kecamatan di Ogan Ilir. Jumlahnya saat itu cukup banyak.
"Karena tidak ada penjelasan detail langkahnya gimana, semacam instruksi lah ambil APD atau gimana, ya jadinya takut. Kawan-kawan medis ini kemudian mengamankan diri, karena mendadak dan masif kan. Tapi terdengar kabur", katanya.
Apalagi ia melanjutkan, sudah ada tim Gugus Tugas di RSUD Ogan Ilir yang khusus menangani pasien Covid-19 di sana. Namun saat itu, tidak ada tim Gugus Tugas yang menangani pasien yang baru saja datang tersebut.
"Rumah sakit sebenarnya sudah membentuk Satgas, orangnya pilihan manajemen. Ya sudah kalau bahasa Palembang, kami aso (santai). Ternyata dibalik ini semua kami dianggap terlibat. Mulai dari supir Ambulans sampai ke radiologi. Soal status sampai RSUD kita jadi rujukan covid pun, kami ga tau", tegasnya.
Ia pun mengakui jika tidak ada semacam pembekalan bagaimana menggunakan APD yang benar. Pun soal keluhan mereka terkait APD, ada pembatasan sehingga mereka pun seolah tak dijamin.
"Manajemen bilang kalau APD kita ada dan cukup, memang benar. Namun terjadi pembatasan saat kami hendak memakainya. Contoh kecil masker, kami diberi 1 setiap piket. Padahal untuk standarnya 5-6 jam harus diganti, tapi ketika hendak meminta lagi ada prosedur panjang", ucapnya.
Walaupun pihaknya maklum jika prosedur itu diterapkan agar distribusi APD tetap stabil. Namun mereka minta kejelasan agar APD yang diminta dapat diambil sesegera mungkin saat bertugas. Begitu pula dengan tuntutan rumah singgah, yang diklaim oleh Manajemen RSUD Ogan Ilir sudah ada.
Memang ada Rumah Singgah di Gedung DPRD Ogan Ilir, namun mereka sampai terakhir tak diberi tau bagaimana cara memakainya, bagaimana jaminan saat mereka di sana, bahkan siapa yang memegang kunci kamarnya tidak diberi tau.
"Otomatis kami juga ada kontak dengan Covid. Ga mau kami pulang, takut bawa virus. Tapi kami jangan dilepas, diarahkan. Selama kami dikarantina, jamuan makan minum kami bagaimana", jelasnya.
Dirinya juga membantah adanya mogok 5 hari kerja seperti yang dituding manajemen. Ia mengatakan jika mereka memang beristirahat di rumah ketika pertemuan dengan perwakilan nanajemen.
"Setelah bertemu dengan Komisi IV DPRD Ogan Ilir, kami semua dipanggil ke Rumah Sakit oleh perwakilan manajemen. Walaupun ada Dirut di sana, tapi tidak ketemu sama kita. Yasudah kami sampaikan ke perwakilan manajemen itu sesuai dengan keluhan kami ini", terangnya.
Perwakilan manajemen itu pun berjanji akan menyampaikan keluhan itu ke manajemen. Karena tidak ada kesepakatan yang pasti, maka mereka meminta berdiam di rumah seperti kesepakatan, 4 hari sampai ada keputusan.
"Dan katanya silahkan, ga masalah. Jadi kami diam di rumah. Rupanya Rabu kemarin kami dipanggil dengan surat panggilan kerja, direvisi sampai jam 14.00 WIB", ungkapnya.
Karena banyak yang berdomisili jauh dari RSUD Ogan Ilir, mereka mengirim 7 orang perwakilan. Bukannya mengambil kesepakatan, mereka dianggap Direktur RSUD Ogan Ilir jika ke-7 orang ini lah yang masih berniat bekerja, dengan menapikkan teman-temannya yang lain.
"Mereka juga hendak diajak ke Bupati Ogan Ilir menghadap, diajari oleh Direktur untuk mengakui mereka salah di depan Bupati. Ya teman kami itu tidak mau, jadi ga menghadap", ucapnya.
Finalnya, SK Bupati Ogan Ilir keluar pada Rabu (21/5/20) malam. Ke-150 itu bingung dan gelisah, karena mereka mendapati SK pemberhentian itu dari dunia maya, bukan resmi.
"Ada ga ya nama saya di situ? Pertanyaan itu bikin kami ga bisa tidur, sampai tengah malamnya kami mendapati lampiran 109 nama yang dipecat. Nama saya masuk", katanya.
Akhirnya, pengabdiannya selama 7 tahun sejak RSUD Ogan Ilir pertama beroperasi, terhenti karena ia mempertanyakan kejelasan tersebut. Namun sepertinya, itikad baik itu tidak dibalas dengan cara yang mereka nilai baik pula.
"Kami tak pernah mempertanyakan gaji dan lain-lain. Pasien Covid kami siap hadapi, dari ruang manapun. Asalkan kami punya hak melindungi diri kami juga. Kami berupaya membuka komunikasi, sayangnya beliau memiliki pemikiran lain", jelasnya.
Seperti yang diketahui, sebanyak 109 tenaga kesehatan honorer di RSUD Kabupaten Ogan Ilir dipecat. Mereka dipecat berdasarkan SK Bupati Ogan Ilir, nomor 191/KEP/RSUD/2020.
Keputusan itu diambil oleh Bupati Ogan Ilir, H.M Ilyas Panji Alam setelah pertimbangan dan tidak serta merta. Sehingga ia mengakui keputusan itu diambil olehnya, bukan Direktur RSUD Ogan Ilir.
"Saya ambil keputusan ga serta merta. Saya tanya, saya rapatkan. Saya yang memutuskan memberhentikan itu. Bukan Direktur Rumah Sakit, tapi Bupati", jelasnya. (Sumber : tribunsumsel.com) @oganilirterkini
Link sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar